Banyak orang yang melihat tapi sedikit orang yang mendengar
Pepatah diatas sangatlah dalam makna dan artinya, semoga dengan tulisan dibawah ini bisa menjadi pelajaran bagi saya pribadi dan pembaca pada umumnya.
Cobalah lakukan hal ini!
Katakan kepada lawan bicara anda, lebih banyak lebih bagus. Sembunyikan tangan kanan anda di belakang pinggang. Kemudian dengan gerakan cepat, anda tunjukkan telapak tangan anda dengan posisi
angka dua (jari tengah dan telunjuk terbuka, ketiga lainnya tertutup) ke hadapan mereka dengan , lalu di saat bersamaan katakan “Ada berapa jari tangan kanan saya?”Yang saya temukan, banyak yang menjawab dengan cepat, “Dua!”
Jika demikian halnya, maka apa yang dilihat mata telah menipu pikiran kita. Karena pada dasarnya, jawaban pertanyaan tersebut adalah lima, bukan dua.
Banyak orang yang mendengar tapi sedikit yang mendengarkan
Telinga kita mungkin mendengar, tapi hanya sekedar mendengar, bukan mendengarkan. Akibatnya, bisa jadi masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Tak ada yang berbekas.
Banyak orang yang mendengarkan tapi sedikit yang mengerti
Telinga mendengarkan tapi otak tak digunakan. Hasilnya, informasi yang diterima tak membuahkan hasil apa-apa.
Banyak orang yang mengerti tapi sedikit yang memahami
Ketika otak sudah digunakan untuk berfikir, namun hanya sedikit yang bisa mengakar ke hati. Hasilnya mungkin berupa kebijakan yang tidak bijaksana.
Banyak orang yang memahami tapi sedikit yang mengamalkan
Pemilik ilmu seharusnya bisa menjadi sebuah pohon yang memberikan buah manfaat kepada orang banyak dengan cara mengamalkannya. Tapi adakalnya ilmu itu hanya tersimpan, sehingga pohon tersebut tak mampu berbuah.
Banyak orang yang mengamalkan tapi sedikit yang ikhlas
Adakalanya sebuah amalan diiringi dengan harapan untuk dipuji, dihormati, atau dikenal. Padahal dengan sebuah keikhlasan, nikmat beramal akan jauh lebih terasa.
Banyak orang yang ikhlas tapi sedikit yang tetap ikhlas ketika ujian menimpa
Ikhlas tak cukup saat niat dan ketika beramal saja. Ikhlas harus ada dalam setiap episode sebelum, ketika, dan setelah amal dilakukan. Sehingga tak jarang, seseorang ikhlas ketika beramal, namun mengeluh ketika sebuah ujian menimpanya.
Wallahu a’lam.